BLITAR - Masyarakat Jawa dikenal memiliki beragam tradisi budaya yang unik. Salah satunya adalah seni tradisi Tiban. Kesenian adu nyali dan ketangkasan beradu cambuk ini, banyak berkembang salah satunya Desa Maliran, Kecamatan Ponggok, Kabupaten Blitar. Desa ini terkenal akan Kampung Jawara Tiban yang pilih tanding.
Menurut Kepala Desa Maliran, Sutoyo, di desanya sangat terkenal akan para jawara tiban. Disamping itu juga terkenal akan ilmu kebal atau dikatakan bila tercambuk cemeti saat tiban badanya tidak tergores sedikitpun.
Setiap tahun di Bulan Agustus pasti akan digelar kesenian tiban, yaitu untuk meminta kepada yang kuasa akan turunya hujan. Namun karena pandemi covid-19 tahun ini tidak bisa dilaksanakan.
"Tiban adalah tradiri sejak nenek moyang dahulu kala dan sampai saat ini masih dilestarikan sebagai budaya bangsa. Makna dibalik ritual tarian tiban yaitu sebuah harapan sebuah pesan yang luhur demi lestarinya alam atau meminta hujan, " terangnya, Kamis (26/11/2020).
Dalam ceritanya, Kades Maliran menjelaskan, selain jawara tiban ada juga para pendekar pencak dor yang sudah terkenal dimana-mana. Hampir sama dengan jawara tiban dan pendekar pencak dor sudah terkenal di wilayah, Kediri, Nganjuk, Tulungagung dan Blitar sendiri.
"Cemeti atau pecut ini terbuat dari lidi pohon aren, setiap tanding lawan memukul 3 dan yang satunya menangkis secara bergantian. Ada beberapa tokoh jawara tiban di Desa Maliran ini diantaranya, Eni Embing, Kardi, Taji, Faisul dan lain-lain, " kata Sutoyo yang juga salah satu jawara tiban juga.
Sebagai Kepala Desa dirinya bertanggungjawab atas adanya kesenian tiban didaerahnyai. Biasanya bila ada tiban di suatu daerah dirinya selalu mengawal para jawara tiban dalam bertanding.
Sutoyo berharap agar kesenian budaya tiban diadakan atau diagendakan setiap tahun oleh pemerintah. Sebab kesenian ini adalah salah satu budaya yang langka yang harus dilestarikan swbagai khasanah budaya Indonesia.
"Kalau bisa kita difasilitasi oleh pemerintah seperti adanya bantuan panggung untuk para jawara bertanding tiban. Sebab panggung yang dulunya bambu sekarang sudah berganti dengan besi dan itupun kita menyewa setiap kali pentas, " harap Kepala Desa Maliran ini. (kmf/tn)